Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya amal perbuatan tergantung dari
niat.” (Muttafaq Alaih).
Niat, sebagaimana disebutkan
Imam Nawawi adalah keinginan
kepada sesuatu dan tekad
untuk melakukannya Sedangkan al Qorofi
mengatakan bahwa niat adalah keinginan manusia yang ada
didalam hatinya yang ingin
dilakukan dengan perbuatan. Tentang niat berwudhu ini,
Syeikh al Utsaimin membaginya
menjadi dua bagian :
1. Niat amal, niat ini menjadi
keharusan baik wudhu untuk
melaksanakan shalat atau
membaca al Qur’ an atau untuk berdzikir secara umum,
berdasarkan sabda Nabi
saw,”Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya dan
sesungguhnya setiap orang
tergantung dari apa yang
diniatkannya.
” Akan tetapi apakah niat untuk
melaksanakan itu saat memiliki
keinginan untuk shalat,
sebagaimana firman Allah
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan
siku.” (QS. Al Maidah : 6)
Atau niat untuk melaksanakan
pada setiap kali wudhu yang
disyariatkan ?
2. Inilah yang paling dekat,
yaitu apabila kita berniat untuk
melaksanakan setiap kali
wudhu, misalnya : apabila
ingin berwudhu untuk thawaf
atau ingin berwudhu untuk membaca al Qur’ an atau untuk berdzikir secara umum
maka hendaklah kita berniat
untuk itu sebagai pelaksanaan
perintah Allah swt terhadapnya
dengan berwudhu..
(Liqoat Bab al Maftuh juz V hal 15)
Dari penjelasan diatas dapat
difahami bahwa niat tempatnya
adalah di hati dan tidak ada
kewajiban untuk
melafazhkannya dengan lisan
baik didalam shalat, seperti : “Usholli fardho… .” , wudhu, seperti : “Nawaitu wudhu..” atau pun yang lainnya.
diterimanya shalat atau wudhu
itu tidaklah bergantung pada
dilafazhkannya niat tersebut. Para ulama Syafi’ i memang mengatakan bahwa tidak
mengapa dengan melafazhkan
niat bahkan disunnahkan.
Mereka mengatakan bahwa
shalatnya tetap sah dan
diterima walaupun dirinya tidak melafazhkan niatnya. Didalam
“al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ ah” disebutkan para ulama Maliki mengatakan bahwa
melafazhkan niat adalah
bertentangan dengan
keutamaan kecuali bagi orang
yang dibisik-bisikkan
(didadanya) maka ia dianjurkan untuk menghilangkan bisika itu.
Para ulama Hanafi
mengatakan bahwa
melafazhkan niat adalah
perbuatan bid’ ah dan dianggap baik jika untuk menghilangkan
bisikan-bisikan itu.
Wallahu A’ lam
Bimbingan Ustadz: Sigit Pranowo, Lc.
al-Hafidz