Shalat Syeikh ' Athiyah Saqar mengatakan bahwa pada
dasarnya bersalaman adalah
mubah (boleh) bahkan ada yang
mengatakan sunnah karena hal
itu dapat memunculkan kecintaan dan kasih sayang serta menguatkan ikatan persaudaraan. Keutamaan hal itu telah diriwayatkan oleh berbagai
hadits yang sebagiannya dengan jalan yang hasan,
diantaranya dari Qatadah,"Aku berkata kepada Anas bin Malik,' Apakah bersalaman dilakukan oleh para sahabat NAbi saw," Anas menjawab,"Ya." (HR. Bukhori dan Tirmidzi)
Dari Hudzaifah bin al Yaman dari
Nabi saw bersabda,"Sesungguhnya seorang mukmin apabila bertemu dengan mukmin lainnya lalu dia mengucapkan salam kepadanya serta menjabat tangannya maka akan luruhlah kesalahan-kesalahan keduanya seperti rontoknya dedaunan
dari pepohon." (HR. ath Thabrani)
didalam "al Ausath". Al Mundziriy mengatakan didalam kitabnya "at Targhib wa at Tarhib" bahwa aku tidak mengetahui jika diantara para
perawinya terdapat seorang pun yang cacat." Dari Salman al Farisiy dari Nabi saw bersabda,
"Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu dengan saudaranya lalu menjabat tangannya maka
dosa-dosa keduanya akan luruh
sebagaimana rontoknya dedaunan dari pohon kering pada hari bertiupnya angin kencang dan akan diampuni dosa keduanya walaupun dosa keduanya seperti buih di
lautan." (HR. ath Thabrani dengan sanad hasan)
Adapun bersalaman setelah selesai melaksanakan shalat maka tidaklah pernah ada pada masa Nabi saw maupun pada masa Khulafaur Rasyidin, sedangkan hadits-hadits
menyebutkan bersalaman itu pada saat seseorang bertemu dengan saudaranya.
Oleh karena itu Ibn Taimiyah mengatakan bahwa hal itu (bersalaman setelah shalat)
adalah makruh akan tetapi al' Iz bin Abdissalam mengatakan bahwa ia adalah mubah (boleh)
dikarenakan tak ada satu pun
dalil yang melarangnya.
Namun Nawawi mengatakan bahwa
pada asalnya bersalaman adalah sunnah dan memelihara bersalaman itu pada beberapa keadaan lainnya tidaklah mengeluarkannya dari sunnah
namun didalam kitab "Ghiza al Albab" milik as Safariniy (1/283)
disebutkan bahwa sebagian
mereka telah mengharamkannya. Sementara Syeikh ' Athiyah Saqar berpendapat bahwa perbedaan pendapat itu bermuara kepada definisi
tentang bid' ah¿ dan selama permasalahan itu masih diperselisihkan maka tidak
seyogyanya kita berfanatik dengan satu pendapat.( Fatawa al Azhar juz IX hal 50)
Sementara itu Syeikh Ibn Baaz mengatakan bahwa dianjurkan untuk bersalaman saat bertemu di masjid atau di shaff dan apabila tidak bersalaman sebelum melaksanakan shalat maka mereka bisa bersalaman
setelah melaksanakan shalat
sebagai bentuk pengimplementasian sunnah yang mulia serta untuk
meneguhkan kasih sayang dan menghilangkan permusuhan.
Akan tetapi apabila tidak bersalaman sebelum shalat fardhu maka disyariatkan baginya untuk bersalaman setelahnya atau setelah
mengucapkan dzikir-dzikir yang disyariatkan.
Adapun apa yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang
bersegera bersalaman setelah
melaksanakan shalat fardhu, setelah mengucapkan salam kedua maka aku tidaklah mengetahui dasarnya dan yang jelas adalah bahwa hal itu
adalah makruh
dikarenakan tidak adanya dalil tentangnya karena yang disyariatkan bagi seorang yang shalat dalam keadaan seperti itu adalah
bersegera mengucapkan dzikir-dzikir yang disyariatkan sebagaimana yang dilakukanoleh Nabi saw setelah
melaksanakan shalat fardhunya.
Adapun shalat nafilah maka
disyariatkan untuk bersalaman
setelah salam apabila dia tidak
bersalaman sebelum melaksanakan shalat itu dan jika ia telah bersalaman sebelumnya maka hal itu sudah cukup baginya. (Majmu' Fatawa Ibn Baaz juz XI hal 267)
Walahu Alam..
Bimbingan Ustadz: Sigit Pranowo, Lc.
al-Hafidz